Kamis, 19 Januari 2012

Pendidikan Seni Bergeser Arah Kiblatnya.

Dalam KTSP, pendidikan seni rupa menjadi bagian dari mata pelajaran Seni Budaya untuk SMP/MTs dan SMA/MA, dan mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk SD/MI. Baik di SD/MI, SMP/MTs, maupun di SMA/MA mata pelajaran seni budaya diberi alokasi waktu dua jam pelajaran. Mata pelajaran Seni Budaya mencakup seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater.
Dalam Standar Isi disebutkan bahwa pendidikan seni budaya diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatannya bagi perkembangan peserta didik. Pendidikan seni didasarkan pada pendekatan “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Belajar dengan seni berarti bahwa dengan mempelajari seni, peserta didik dapat mengembangkan pengetahuannya di luar bidang seni. Dalam belajar melalui seni, peserta didik dapat mengembangkan pengetahuannya melalui berkreasi seni. Belajar tentang seni berarti bahwa peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pengetahuannya tentang seni itu sendiri. Dengan demikian pembelajaran seni di sini dipandang sebagai metode belajar


Kenyataanya di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran seni banyak kendala yang menggiring pembelajaran seni budaya hanya sebagai pigura dari kurikulum sekolah. Pembelajaran seni budaya sering terjebak dalam siklon ranah kognitif dengan mengabaikan ranah ketrampilan dan sikap.
Dosa besar semacam ini disebabkan antara lain banyak guru pengajar seni budaya yang tidak berlatarbelakang pendidikan seni, guru pengajar seni tidak mempunyai ketrampilan di bidang seni dan kebijakan sekolah yang memarginalkan pendidikan seni sebagai pelengkap tuntutan standar isi kurilulum ktsp.
Ada kasus suatu sekolah yang memberikan pelayanan pendidikan seni kepada peserta didiknya selama satu tahun pembelajaran hanya memberikan ketrampilan menyayi dan memberikan pengalaman peserta didik dengan ketrampilan seni dengan metode tugas yang berorientasi pada ketepatan waktu. Pemahaman kurikulum seni budaya yang kurang dan sumber daya guru yang tidak berlatarbelakang pendidikan seni serta minimnya ketrampilan seni menjadi faktor utama dalam permasalahan tersebut.
Selain terjebak teori dalam memberikan pembelajaran seni budaya dan kurang mengembangkan dan memotivasi potensi seni perserta didik guru mata pelajaran pendidikan seni sering kali hanya memberikan standar kompetensi atau kompetensi dasar tertentu saja.


Pentingnya pendidikan seni
Menurut hasil penelitian neurologi Marian Dinamon, otak manusia dapat berubah secara struktural dan fungsional sebagai hasil dari belajar dan pengalaman. Hubungan-hubungan syaraf yang baru yang memungkinkan kita belajar dan mengingat dan memecahkan masalah dapat terus terbentuk selama hidup kita, khususnya ketika manusia berada di dalam lingkungan yang positif, mengasuh, merangsang, dan mendorong untuk bertindak serta berinteraksi. Menurut Dee Dickinson Lingkungan semacam ini dapat diciptakan dengan program pembelajaran seni yang terancang dengan baik. Otak tidak hanya hanya dapat dibentuk (transformed), tetapi juga merupakan pembentuk (transformer) itu sendiri. Sebagai contoh, orang melihat pameran lukisan, dan pengalaman ini kemudian muncul dalam bentuk musik. Seni memberikan cara bagi otak manusia berfungsi secara optimal.

Jika sekolah mampu mewujudkan pendidikan seni dengan amat baik, maka sekolah dapat membawa peserta didiknya memperoleh sikap belajar yang positif, menghargai keunikan semua orang, memahami kesamaan dan perbedaan, mengembangkan apresiasi, sikap menghargai, dan pemahaman tentang lingkungan fisik, bersenang-senang, tertawa, dan menikmati belajar. Memasuki sekolah ini orang akan melihat mural-mural yang cermerlang, karya seni yang dibuat oleh siswa, dan pertunjukan drama yang bersemangat, yang menunjukkan bahwa sesuatu yang istimewa hidup di sekolah ini.
Adanya misi sekolah yang  didukung oleh kurikulum yang kaya akan berbagai kegiatan dibidang seni akan membawa dampak terhadap perubahan sikap dan pola pikir, pelanggaran disiplin sekolah berangsur-angsur lenyap dan prestasi akademik meningkat.
Pendidikan seni budaya juga dipandang memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang mencakup kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.

Harapan
Pendidikan seni budaya sebagai satu fase perkembangan dalam pengetahuan manusia  harus diletakan pada perspektif yang benar searah dengan hidupnya manusia sebagai bagian dari lingkungannya. konsep dan refleksi yang terus menerus untuk bisa memberikan kesadaran yang universal terhadap perkembangan seni budaya, baik dalam mengapresiasi karya atau terlibat sebagai pelaku karya.
Peran seni yang bersifat multikultural ini dapat dijadikan pemersatu bangsa dengan kemampuan manusia untuk saling menghargai akan adanya perbedaan. Melalui pemahaman dan penghayatan serta penghargaan terhadap budaya Indonesia dan global diharapkan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang berkarakter. Selanjutnya melalui pendidikan seni yang multikultural ini, manusia Indonesia diharapkan mampu memiliki ketahanan budaya dan menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang beradab.

Dalam kegiatan belajar seni yang benar, pengolahan otak kanan agar kemampuan berfikir holistik, kreatif, imajinatif, intuitif dan humanistik perlu dikembangkan secara optimal. Selain itu pendidikan seni dapat pula mengoptimalkan kemampuan belah otak kiri. Jadi dalam pendidikan seni, keseimbangan dan keterpaduan manusia otak kanan dan kiri dapat digunakan secara optimal. Pendidikan seni budaya di setiap tingkat pendidikan dapat membentuk manusia yang mengemban kepekaan estetis, daya cipta, intuitif, imajinatif, inovatif dan kritis terhadap lingkungannya.
Pembelajaran seni jangan hanya  sekadar terjebak pada ranah pengetahuan dengan menelankan teoritis- teoritis belaka, akan tetapi pendidikan seni harus menjadikan sarana untuk mengantarkan para perserta didik meniti jenjang kedewasaan sebagai manusia berbudaya, sehingga pendidikan seni budaya tidak boleh diisolasikan dari pendidikan bidang studi lainnya. Ia tetap merupakan bagian dari upaya pendidikan dalam keseluruhannya, oleh karena pemenuhan fungsi pendidikan, baik yang bersifat kultural, ideologis, maupun praktis harus tetap diperhatikan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan seni, merupakan bagian yang bertujuan untuk menghadirkan dan menjadikan peserta didik kita menjadi manusia yang berbudaya dan bermoral yang berorientasi pada akar budaya yang membumi.

Peningkatan kualitas guru pendidikan seni senantiasa selalu ditingkatkan sejalan dengan perubahan sosial-budaya dan pergeseran pembelajaran konvensional ke arah pembelajaran yang berbasis tehnologi. Secara individual guru pendidikan seni harus kembali ke kiblat profesional guru seni yang mengacu pada hasil konggres Asosiasi guru seni budaya Indonesia (IACTA) yang statmennya sebagai berikut :
1. Kembali kepada akar budaya Indonesia sebagai basis pembelajaran seni budaya
2. Mewujudkan guru seni budaya yang cerdas, kreatif, inovati dan menyenangkan
3.   Profesionalisme dan mutu pendidikan seni budaya yang multi budaya, multi bahasa dan multi dimensi.
4.  Guru seni budaya sebagai panglima pembelajaran seni budaya.


Seniman-seniman tulen yang ahli dan trampil dibidangnya mau berperan serta dan menggoreskan ketrampilanya di dunia pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan seni di sekolah-sekolah. Sekolah harus bersikap aktif merajut komoniksi dan kerja sama dengan instansi terkait di bidang seni dan palaku seni praktis untuk mengatasi kurangnya sumber daya guru seni budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar