Kamis, 23 Juni 2011

Surat Eceran tentang mimpi seekor kucing

Surat Eceran III


Surat ini ditulis melalui sms dari seorang sahabat yang mengeluh kesahkan bagaimana dirinya harus bersikap dengan status barunya dan hidup pada lingkungan yang baru. Mengibaratkan dirinya seperti seokor kucing yang tinggal di tempat yang baru. Jalan mondar mandir tanpa tujuan dan terpotret bingung dalam beradaptasi. Kehidupan pribadinya, identitas dirinya dan pola sikapnya masa lalu menjadi kendala dalam beradaptasi. Rasa kuatir kehidupan lamanya terkuak menyebabkan sikap cenderung tertutup pada lingkungan barunya.

Mengingat berbagai permasalahan yang tak akan lepas dari seseorang tanpa dicari sebuah jalan keluarnya. Kecenderungan berbuat apa adanya tentunya akan mengetahui dan memahami semua peran yang dijalankan. Dimana kita bisa menerima dan menunjukan kelemahan dan sekaligus kekuatan diri, sehingga orang lain pun mengetahui apa yang kita jalani. Seperti seekor kucing yang hadir dalam lingkungan yang baru, maka ada kecenderungan untuk menutup dan membuka diri. Sikap kehati-hatianya menyebabkan si kucing akan sedikit menutup diri sehingga terpotret si kucing bingung untuk beradaptasi. 


Membatasi diri memang mempunyai hubungan yang sangat jelas dengan membuka diri, dimana membatasi diri berarti memberikan ruang gerak kepada yang lain sementara membuka diri bersedia menerima gerak-gerik orang lain, bersedia mengalah akan prilaku tertentu yang diperbuat orang lain dimana sebelumnya tidak terbiasa menempel pada kehidupan secara pribadi. Perlu membatasi diri? Tentu saja, karena kebiasaan atau tabiat kehidupan seseorang itu berbeda-beda. Setiap orang berharap bahwa kehidupannya saat ini dan selanjutnya akan menjadi lebih baik daripada sebelumnya, hal itulah yang mungkin menjadi alasan kita semua membatasi dan membuka diri. 

Sebenarnya si kucing tidak usah terlalu protek terhadap lingkungan yang baru, karena sadar apa tidak sebenarnya lingkungan yang baru itu merupakan bagian dari kehidupanya pada masa silam. Kita tidak bisa membinasakan begitu saja kehidupan masa silam akan tetapi kita juga tidak ingin masa silam membelenggu kehidupan kita sekarang. Dalam hal ini kematangan spiritual dan kematangan sosial emosional sangan perlu dihadirkan dalam menyikapi permasalahn ini.

Kematangan sosial seseorang secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan dirinya untuk beradaptasi dan menjalin hubungan yang sehat dan memuaskan dengan orang lain. Dan seseorang dikatakan matang secara sosialnya, apabila ia mampu memahami kondisi orang lain baik kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya. Selain itu dirinya juga harus bisa menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri. Dan apabila seseorang memiliki kemampuan seperti itu, tentu akan memudahkan dirinya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak lain. Dari sini nampak jelas bahwa kematangan sosial merupakan hal yang sangat penting apabila hendak membina hubungan persahabatan, kekerabatan dan tentu saja hubungan rumah tangga, karena sebelumnya satu dengan yang lainnya adalah orang asing yang berbeda karakter dan latar belakangnya serta masing-masing pihak pasti memiliki kekurangan maupun kelebihan.

Hubungan yang baik hanya terjadi jika masing-masing pihak bisa menjaga hubungan tersebut diantara keduanya, dapat menepis sikap egois masing-masing pihak, demi kebaikan bersama. Apabila komunikasi memburuk, mungkin dalam hal ini menandakan hubungan tersebut belum memiliki kematangan sosial. Dari hal itulah kita semua sangat dianjurkan untuk memperbanyak melakukan siturahim kepada sesama sebagai jalan untuk menguatkan tali ukuwah dan sebagai sarana untuk mendapatkan kematangan sosial. Dengan silaturahim akan menjadikan hati semakin dekat, sehingga ukuwah akan semakin kuat terjalin dan timbul rasa untuk saling memahami dan menerima kelebihan serta kekurangan masing-masing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar